RSS

Kejujuran Yang Tak Terealisasi

Kesalahan laporan keuangan PT KAI diduga terjadi sejak 2004. Karena pada tahun itulah laporan keuangan perseroan diaudit Kantor Akuntan Publik SM.

Menurut Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia Ahmadi Hadibroto, berdasarkan informasi dari Akuntan Publik SM, audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk 2003 dan sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan, audit terhadap laporan keuangan 2004 dilakukan oleh BPK dan Akuntan Publik SM. "Hanya audit laporan keuangan 2005 yang dilakukan oleh Akuntan Publik SM," kata Ahmadi kepada pers kemarin.

Penjelasan ini terkait dengan penolakan komisaris KAI atas laporan keuangan perseroan tahun buku 2005 yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik SM. Komisaris yang menolak itu adalah Hekinus Manao lantaran laporan keuangan itu tidak benar sehingga menyebabkan perseroan yang seharusnya merugi Rp 63 miliar kelihatan meraup laba Rp 6,9 miliar.

Dalam penjelasannya kepada Ikatan Akuntan Indonesia, Hekinus Manao menyatakan ada tiga kesalahan dalam laporan keuangan Kereta Api. Pertama, kewajiban perseroan membayar Surat Ketetapan Pajak pajak pertambahan nilai Rp 95,2 miliar, yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak pada akhir 2003, disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang/tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak tersebut. "Komisaris berpendapat pencadangan kerugian harus dilakukan karena kecilnya kemungkinan tertagihnya pajak kepada para pelanggan," kata Hekinus dalam laporannya.

Kedua, adanya penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sekitar Rp 24 miliar yang diketahui pada saat dilakukannya inventarisasi pada tahun 2002, pengakuannya sebagai kerugian oleh manajemen Kereta Api dilakukan secara bertahap (diamortisasi) selama 5 tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sekitar Rp 6 miliar. "Komisaris berpendapat saldo penurunan itu nilai Rp 6 miliar itu harus dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005," ujar Hekinus.

Kesalahan ketiga, lanjut dia, bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya senilai Rp 674,5 miliar dan penyertaan modal negara Rp 70 miliar oleh manajemen disajikan dalam Neraca 31 Desember 2005 yang konsisten dengan tahun-tahun sebelumnya sebagai bagian dari utang. "Menurut komisaris, bantuan pemerintah dan penyertaan modal tersebut harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan."

Menurut Ahmadi, jika pendapat Hekinus benar, maka kesalahan penyajian laporan keuangan tersebut telah terjadi bertahun-tahun. "Seharusnya komisaris terlibat sebelum laporan keuangan diterbitkan."

Kementerian BUMN juga akan memanggil komisaris Kereta Api pada pekan ini juga mengenai penolakan komisaris. "Tapi belum ada kesimpulan laporan siapa yang benar atau salah," kata Deputi Menteri BUMN bidang Logistik dan Pariwista Hari Susetio. Kurniasih Budi/Anton Aprianto.

Analisis :

DEFINISI/PENGERTIAN
1.      Klien adalah PT KAI
2.      AP nya yaitu SM
3.      Komisaris Kereta Api yaitu HM

INDEPENDENSI, INTEGRITAS DAN OBJEKTIVITAS
1.  Independensi
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Pada kasus ini AP yang bernama SM mengatakan bahwa audit terhadap laporan keuangan PT Kereta Api untuk 2003 dan sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan, audit terhadap laporan keuangan 2004 dilakukan oleh BPK dan AP SM, dan menurut Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI, AH menyebutkan "Hanya audit laporan keuangan 2005 yang dilakukan oleh AP SM". Sikap mental dalam menjalankan tugasnya AP tersebut profesional dan berkata jujur dengan apa yang Ia lakukan.
2.  Integritas dan Objektivitas
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain. Dalam kasus ini, Komisaris yang bernama HM menolak atas laporan keuangan perseroan tahun buku 2005, lantaran laporan keuangan itu tidak benar sehingga menyebabkan perseroan yang seharusnya merugi Rp 63 miliar kelihatan meraup laba Rp 6,9 miliar. Seharusnya SM tersebut lebih teliti lagi agar tidak terjadi kesalahan pencatatan yang mungkin sering kali dilakukan oleh AP lain.

STANDAR UMUM DAN PRINSIP AKUNTANSI
1.  Standar Umum
Anggota KAP harus mematuhi standar, yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI :
a.    Kompetensi Profesional
AP ini tidak memberikan jasa profesional secara layak, terbukti saat komisaris menjelaskan kepada IAI bahwa ada tiga kesalahan dalam laporan keuangan PT KAI, berarti AP yang bersangkutan tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya.
b.    Kecermatan dan Keseksamaan Profesional
AP SM tidak cermat dalam melakukan audit laporan keuangan PT KAI, pada laporan keuangan didapat yang pertama kewajiban perseroan membayar pajak pertambahan niali Rp 95,2 miliar, yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak pada akhir 2003, disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang/tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak tersebut. Kedua, adanya penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sekitar Rp 24 miliar yang diketahui pada saat dilakukannya inventarisasi pada tahun 2002, pengakuannya sebagai kerugian oleh manajemen Kereta Api dilakukan secara bertahap (diamortisasi) selama 5 tahun. Dan yang ketiga bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya senilai Rp 674,5 miliar dan penyertaan modal negara Rp 70 miliar oleh manajemen disajikan dalam Neraca 31 Desember 2005 yang konsisten dengan tahun-tahun sebelumnya sebagai bagian dari utang. Sebagai Akuntan Publik seharusnya bisa bertanggung jawab atas tugas yang telah diberikan, tidak boleh asal-asalan dalam menjalankan tugasnya.

2.  Prinsip-Prinsip Akuntansi.
Pada kasus ini laporan keuangan yang disajikan tidak sesuai dan banyak kesalahan.
a.   Tanggung jawab Porelasi
KAP SM tidak bertanggung jawab dan tidak memberikan contoh baik terhadap sesama profesi dan juga kepada masyarakat yang memakai jasa ini. Sebagaimana yang terdapat dalam kasus ini yaitu menyalahgunakan pencatatan, dll. Jika SM bekerja sesuai dengan apa yang seharusnya Ia kerjakan itu bisa dikatakan seorang akuntan yang profesional dan bertanggung jawab.
b.  Kepentingan Publik
SM menyalahgunakan kepercayaan publik, ia tidak menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Kembali lagi kepada terdapatnya kesalahan yang SM lakukan pada kasus ini. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan pada kepentingan publik.
c.   Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. SM telah mengakui dan menjelaskan apa yang Ia lakukan, namun komisaris KAI menolak laporan keuangan yang diaudit oleh SM karena menurutnya terdapat kesalahan. Tapi belum ada kesimpulan laporan siapa yang benar dan yang salah. Diharapkan kasus-kasus seperti ini tidak terjadi lagi, karena disamping perusahaan jadi bermasalah, juga akan merugikan diri sendiri yang nantinya masuk dalam proses hukum.
d.  Kompetensi dan kehati-hatian profesional
Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. AP SM seharusnya bisa melihat dan mencontoh akuntan publik yang lainnya yang memang patut dicontoh, mana yang harus dilakukan dengan yang tidak perlu dilakukan.

TANGGUNG JAWAB KEPADA REKAN SEPROFESI
Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi. Dengan kasus-kasus yang terjadi seperti yang dilakukan oleh SM ini, tentu secara tidak langsung akan merusak reputasi rekan seprofesinya.

PENGERTIAN GCG
Pengertian GCG menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien. Dari kesalahan-kesalahan yang terjadi pada kasus PT KAI ini, bisa dikatakan bahwa kinerja perusahaan dalam bekerja kurang efisien.

PERANAN ETIKA BISNIS DALAM PENERAPAN GCG 
1.  Code of Corporate and Business Conduct
Pada kasus ini PT KAI belom menggunakan atau menjalankan prinsip GCG karena AP yang bernama SM tidak berusaha memahami dan mematuhi mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaannya. Terbukti masih adanya kesalahan dalam laporan yang diaudit.

2.  Nilai Etika Perusahaan
Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Bisa jadi prinsip GCG ini belum dipahami dan diterapkan sepenhnya pada perusahaan PT KAI ini, karena masih terdapat kesalahan laporan audit yang terjadi penurunan nilai suku cadang dan perlengkapan, dll. Dan juga ada pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan :
a.   Informasi Rahasia
Seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak.
b.  Conflict of Interrest
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Agar kesalahan yang terjadi tidak terulang lagi jika tidak terjadi benturan antara kepentingan pribadi dengan tugas perusahaan. Karena banyak orang yang jika mempunyai masalah kepentingan pribadi itu selalu dibawa kedalam pekerjaan.
c.   Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku di perusahaan. Dan dalam kasus ini, AP yang bersangkutan mendapatkan pembekuan izin yang berlaku selama sepuluh bulan itu dituangkan melalui Keputusan Menkeu Nomor 500/KM.1/2007, Menurut Kepala Biro Humas Depkeu Samsuar Said, sanksi pembekuan izin diberikan karena AP tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan Kode Etik dalam kasus audit umum atas laporan keuangan PT KAI Tahun 2005.

TANGGUNG JAWAB AKUNTAN PUBLIK DALAM PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN
a.       Penyebab Fraudulent Financial Reporting
Menurut Ferdian & Na’im (2006), kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan yang disajikan berikut ini  :
1.  Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan. Pada kasus ini SM melakukan pelanggaran yang tidak memenuhi ketentuan, sehingga banyak kesalahan-kesalahan yang muncul pada laporan keuangan.
2.  Representasi yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan. Dalam kasus ini, banyak kesalahan terjadi pada laporan keuangan, yang tentunya didapat dari transaksi-transaksi yang terjadi. Ap yang bersangkutan dalam mengaudit laporan keuangan berbeda dengan audit laporan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berujung penolakan Komisaris KAI atas audit laporan keuangan oleh AP SM.
3.  Salah penerapan secara senngaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan  jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan. Dalam kasus ini terdapat cara penyajian yang bermasalah, salah satunya mengenai bantuan pemerintah sebesar Rp. 674,5 milyar dan penyertaan modal negara sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.
Dari ketiga tindakan kecurangan ini, SM masih tidak mempunyai tanggung jawab atas profesi yang Ia miliki.

b.      Tanggung jawab Akuntan Publik
1.      Statement Auditing Standards
·     Kasus ini sudah sampai pada proses hukum, hal ini sesuai dengan SAS no.53 tentang melaporkan adanya kesalahan dan ketidakberesan. Dan SM ini telah mendapatkan pembekuan izin oleh menkeu nomor 500/KM.1/2007.
·     SAS no.82 tentang auditor harus bertanggung jawab untuk mendeteksi dan melaporkan adanya kecurangan yang terjadi dalam laporan keuangan yang disusun oleh manajemen. Dalam kasus ini justru auditor yang melakukan kesalahan dalam laporan keuangan, yang seharusnya Ia bertanggung jawab atas laporan keuangan KAI.
·     AP SM melakukan salah saji laporan keuangan PT KAI yang tidak sesuai dengan SAS no.99, tentang bebasnya laporan keuangan dari salah saji material baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan. Seharusnya seorang audit harus sudah memiliki kemahiran dalam mengaudit laporan keuangan.
2.      Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
a.   Tanggung jawab Moral
Memberi informasi secara lengkap dan jujur mengenai perusahaan yang diaudit kepada pihak yng berwenang atas informasi tersebut, walaupun tidak ada sanksi terhadap tindakannya. Dalam kasus ini AP yang bersangkutan tidak memiliki tanggung jawab karena telah melakukan kesalahan dalam laporan keuangan.
b.  Tanggung jawab Profesional
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab profesional terhadap asosiasi profesi yang mewadahinya. Dalam kasus ini, SM tidak profesional dalam menjalankan profesinya, terbukti banyak kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan.
c.   Tanggung jawab Hukum
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab diluar batas standar profesinya yaitu tanggung jawab terkait dengan hukum yang berlaku. AP SM tidak bertanggung jawab dalam melaksanakan audit laporan keuangan, banyak kekeliruan yang didapat pada laporan keuangan PT KAI yang di audit oleh SM.

c.       Pencegahan dan Pendeteksian Fraud
·         Mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakan hukum.
Akibat dari pelanggaran yang dilakukan oleh SM, maka penegakan hukum yang diterima oleh SM berupa pembekuan izin yang berlaku selama sepuluh bulan itu dituangkan melalui Keputusan Menkeu Nomor 500/KM.1/2007. Melalui sanksi yang diterima tersebut diharapkan KAP tersebut bisa lebih mengefektifkan pengendalian internal, serta bertanggung jawab terhadap etika profesinya.

Sumber :